5/26/2011
Kasus Pantai Kuta Disebut "Pulau Neraka" Oleh Majalah Time, Pemprov Bali Meradang!!
REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR-- Pemerintah Provinsi Bali menyesalkan
pemberitaan Majalah Times edisi 1 April 2011 yang menulis bahwa
"liburan di Bali ibarat berlibur di neraka (holidays in hell)", kata
Kepala Biro Humas dan Protokol Bali Putu Suardhika.
"Pemberitaan tersebut melecehkan Bali sebagai destinasi pariwisata
dunia. Bali tetap pulau surga yang aman untuk dikunjungi. Tidak benar
berlibur di Bali seperti di neraka," katanya di Denpasar, Selasa.
Suardhika mengakui jika persoalan sampah sebagaimana ditulis majalah
bulanan tersebut memang menyisakan persoalan bagi pariwisata Bali.
Hanya saja, ia menyesalkan pemberitaan tersebut hanya menohok pada
wilayah Bali bagian selatan, khususnya Kuta.
"Bali ini bukan hanya Kuta dan Nusa Dua. Bali ini luas, meski wisatawan
mancanegara lebih mengenal kedua wilayah tersebut. Tetapi, persoalan
sampah sebagaimana disebutkan itu, sedang dalam tahap penanganan serius
Pemprov Bali," kata Suardhika, yang mengaku apa yang dikatakannya
merupakan statemen Gubernur Bali Mangku Pastika.
Dalam kerangka itu, kata Suardhika, Pemprov Bali sudah mendeklarasikan
"Bali Clean and Green" untuk menuju "Bali Green Province". Ia
mengatakan, ada tiga hal pokok dalam program itu yaitu, "green
cultural, green economic serta clean and green.
Berkaitan dengan pemberitaan oleh majalah terbitan Amerika tersebut,
Suardhika juga menampik persoalan kemacetan yang terjadi di Kuta
disamakan dengan Jakarta. Pemprov Bali, kata dia, selama ini tidak
pernah tinggal diam dan terus mencarikan solusi atas hal itu.
"Contohnya seperti pembangunan jalan 'underpass' (bawah tanah) di
simpang Dewa Ruci, dan jalan di atas perairan (JDP) yang menghubungkan
Suwung (Denpasar) menuju Nusa Dua (Badung)," katanya.
Selain itu, Pemprov Bali juga merencanakan pembangunan kereta lambat (trem) yang akan menghubungkan seluruh Bali.
Inilah Artikel yang Menyebut Bali Sebagai 'Pulau Neraka'
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Inilah artikel di majalah Time yang
membuat Pemprov Bali meradang. Judul artikel itu, 'Holidays in Hell:
Bali Ongoing Woes'. Artikel ditulis oleh Andrew Marshall.
Dalam tulisannya, Andrew membahas sejumlah masalah yang melilit Pulau
Bali. Pulau yang menurut dia masih menjadi tujuan wisata internasional,
bahkan dianggap negara lain di Indonesia.
Namun, Andrew menilai, infrastruktur pulau kurang cepat mengantisipasi
perubahan pariwisata Bali. Andrew membuka tulisannya dengan kotornya
pantai Kuta, salah satu lokasi wisata paling ramai di Bali.
Musim hujan yang cukup deras di Bali membuang sungai meluap. Alhasil
sampah-sampah yang ada di sungai terbawa ke laut. Termasuk kotoran
manusia. Sampah-sampah itu lantas berakhir di Pantai Kuta.
Ini membuat awal Maret lalu otoritas Pantai Kuta melarang turis
berenang di pantai tersebut lebih dari 30 menit. Khawatir terkena
infeksi kulit. Selain masalah polusi di pantai, lanjut Marshall, Bali
juga mengalami problem kekurangan air, listrik mati hidup, sampah yang
berserakan, drainase, hingga kemacetan serta kriminalitas.
Marshall menyandingkan kemacetan di Bali menyerupai di Jakarta.
Sementara soal kriminalitas yang menyasar ke turis asing, sejak Januari
lalu Polda Bali, menurut Marshall, menerapkan tembak ditempat bagi
kriminal.
Menurut Marshall, salah satu masalah utama Bali adalah kebanyakan
turis. Pada 2001, Bali didatangi 1,3 juta turis asing. Sepuluh tahun
kemudian, meski sudah ada Bom Bali I dan II, turis yang datang ke Bali
melesat mencapai dua juta orang per tahun. Ini belum terhitung jutaan
turis lokal.
Dampak dari turis ini adalah pembangunan infrastruktur yang marak.
Hotel dan pusat belanja tiba-tiba muncul di mana-mana. Sebaliknya,
pembangunan ini kurang memperhitungkan infrastruktur pendukung seperti
jalan, listrik, selokan, parkir. "Infrastruktur Bali tidak bisa
menyamai laju pembangunannya,: kata Ron Nomura, Direktur Marketing
Asosiasi Hotel Bali.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar